Muhammadiyah Menyoal Terorisme, Radikalisme dan Multikulturalisme

terorisme radikalisme multikulturalisme

Modernis.co, Malang – Terorisme adalah perbuatan melanggar hukum (delik) yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal ( kejahatan luar biasa) dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan,” ujar Muhammad Syafi’i.

Isu terorisme sering diidentikkan dengan gerakan Islam oleh beberapa pihak yang sensitif akan ajaran islam. Sehingga tidak jarang ketika terjadi radikalisme atau terorisme, publik maupun media menyatakan bahwa hal itu adalah suatu dakwah islam yang tidak manusiawi.

Muhammadiyah khususnya tidak mentup mata akan isu ini, sebagai gerakan amar ma’ruf nahi munkar sudah seharusnya merespon berbagai macam tindakan represif yang mengatasnamakan gerakan islam radikal tersebut. Islam adalah agama yang damai, karena lahirnya agama Islam bukan untuk mengacaukan ummat, tetapi lebih kepada menjaga ruhul jihad perjuangan dan memikul titah ilahi.

baca opini lainnya : Politisasi Isu Agama dan Minoritas Uyghur

Salah satu bukti bahwa Muhammadiyah turut berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah terorisme dan radikalisme adalah dengan memberikan konsideran terhadap Revisi Undang Undang Nomor 15 tahun 2003 Tentang Terorisme menjadi Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 20018 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Bahwa tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang serius, yang membahayakan ideologi negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan bcrmasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta bersifat lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas serta memiliki tujuan tertentu sehingga pemberantasannya perlu dilakukan secara khusus, terencana, terarah, terpadu, dan berkesinambungan, bcrdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang di buat oleh PBB pada tanggal 10 desembaer 1948 pasal 7 “ Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini.”  

Artinya adalah dalam kovenan internasional yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman ini juga menjadi landasan dasar bahwa terorisme dan radikalisme sudah seharusnya di bumi hanguskan di muka bumi ini, sehingga terciptanya kehidupan yang madani dan berkhidmat.

Fenomena terorisme di Indonesia dalam kenyataanya sejalan dengan dinamika politik global dan akan terus berkembang. Setiap kali Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berusaha menguak kasus teroris, selalu muncul beragam opini di tengah masyarakat.

Bahkan ada yang menyatakan bahwa teroris dipelihara negara dan program deradikalisasi sendiri merupakan proyek pemerintah. Sebagai contoh pemboman bunuh diri yang dilakukan di Surabaya bisa jadi untuk mengalihkan isu terkait pemilihan umum, sehingga masyarakat tidak lagi terfokus pada pemilu, namum lebih menjorok pada terorisme di Surabaya yang mengatasnamakan gerakan islam tersebut.

baca opini lainnya : Post-Truth dan Kekacauan Nalar Umat Beragama

Maka oleh karena itu, dalam proses penyelesaian radikalisasi harus disandingkan juga dengan moderasi, edukasi atau re-edukasi yang pro rakyat dan agama sesuai dengan latar belakang yang melatari munculnya radikalisme dan terorisme.

Hal ini dilakukan sekiranya terjadi chack and balances dalam kehidupan berbangsa, bernegara, berbudaya serta beragama sebagi wujud kongkrit cita-cita Muhammadiyah.

Terdapat banyak sekali pandangan yag harus kita pakai dalam menyoal wacana multikulturalisme, radikalisme dan terorisme ini, karena pembahsanya yang snagat kompleks maka pendekatan yang harus kita gunakan juga harus dari berbagai sumber dan pendapat.

Dengan demikian, upaya mengungkap keterlibatan warga Muhammadiyah  dalam mensosialisasikan dan mengaktualisasikan semangat multikulturalisme sangat signifikan perlu dilakukan dan di revitalisasi dengan bukti konkrit, bukan sekedar wacana saja..

Hal ini mengingat kondisi bangsa Indonesia yang sangat rawan dalam hal pengaruh barat yang sekulerisme, materialism,hedonism, sehingga berdampak pada distorsi ketatanegaraan yang mencuak di hadapan publik. Kekhawatiran inilah sekiranya warga Muhammadiyah tidak menutup mata akan realitas yang ada di Negara republik Indonesia.

Belum lagi banyaknya muncul paham-paham baru yang radikal dan kriminal, terorisme sehinga warga Muhammadiyah dituntut menyusun berbagai strategi dan langkah dalam mensosialisasikan semangat multikulturalisme di masyarakat sebagai bagian dari antisipasi terhadap maraknya kampanye eksklusivitas dari kelompok lain.

Hal ini perlu dilakukan karena cita-cita Mumamadiyah yakni mengusahakan masyarakat islam yang sebenar benarnya yang bersumber pada al-Qur’an dan sunnah.

Oleh: Andy Apriansah (Aktivis IMM Tamaddun dan Forsifa UMM)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment